Wow...Transaksi Ritel Kena Bea Materai
JAKARTA - Selain menyasar Wajib Pajak (WP) nakal, pemerintahan Presiden Jokowi juga aktif menggenjot penerimaan pajak dari objek yang belum maksimal setorannya, seperti bea materai.
Dirjen Pajak Kemenkeu Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, optimalisasi bea materai itu dilakukan dengan menerapkan tarif baru yang naik lebih dari 100 persen pada Juni nanti.
"Tarif bea materai yang saat ini sebesar Rp 3.000 dan Rp 6.000, akan dinaikkan menjadi Rp 10.000 dan Rp 18.000," sebut Sigit saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, kemarin.
Sigit menyebutkan, proses pembahasan terkait hal tersebut sudah hampir rampung. "Targetnya (pembahasan bea materai) bulan Juni selesai. Jadi pengenaan bea materai akan terlaksana tahun ini," ujarnya.
Sigit melanjutkan, untuk menaikkan tarif materai diperlukan revisi Undang Undang Bea Materai. Terkait hal tersebut, pihaknya mengaku telah memasukkan revisi UU Bea Materai dalam penyusunan prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
"Sudah masuk prolegnas dan DPR berjanji bahwa Prolegnas (terkait) Bea Materia itu akan didahulukan,"lanjutnya.
Selain itu, Sigit menuturkan, nantinya transaksi untuk ritel juga akan dikenakan tarif Bea Materai. Ditjen Pajak akan mengawasi pengusaha ritel yang belum memungut bea meterai dalam transaksi perdagangan yang dilakukan.
Dalam UU Bea Materai, transaksi belanja di atas Rp 250 ribu dipungut bea meterai sebesar Rp 3.000, di atas Rp 1 juta dikenakan bea materai Rp 6.000.
"Materai sekarang kan biasanya hanya digunakan kalau buat surat pernyataan, padahal segala yang bersangkutan dengan uang itu terhutang meterai, struk belanja itu terutang meterai," kata Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan Jasa dan PTLL, Oktria Hendrarji.
Teknis pelaksanaannya menurut Oktria juga tidak sulit, apalagi saat ini sudah diterapkan sistem komputerisasi. Jadi untuk pengusaha ritel tidak perlu menempelkan materai pada struk transaksinya, sudah ada aplikasi yang mengatur teknis penerapannya.
"Kami akan ngingetin lah kepada pelaku bisnis terutama ritel bahwa struk itu terutang biaya meterai," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Irawan menuturkan, mengacu pada Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai, maka bea materai bisa dinaikkan maksimal hanya enam kali.
Nilai bea materai yang seharga Rp 3.000 dan Rp 6.000 saat ini sudah mengalami kenaikan enam kali sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2000. "Melihat kemampuan ekonomi dan Produk Domestik Bruto, maka tarif bea materai perlu dinaikkan," kata Irawan.
Selain penyesuaian tarif dasar tersebut, akan diatur ulang pula tarif bea materai untuk transaksi keuangan di pasar keuangan, sehingga nantinya akan dipatok berdasarkan presentasi.
"Satu lagi, kami akan ubah tarif ad valoren (pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang yang diimpor)," ujarnya.
baca juga: BUKTI BELANJA DI ATAS RP. 250 RIBU WAJIB BERMATERAI
Dirjen Pajak Kemenkeu Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, optimalisasi bea materai itu dilakukan dengan menerapkan tarif baru yang naik lebih dari 100 persen pada Juni nanti.
"Tarif bea materai yang saat ini sebesar Rp 3.000 dan Rp 6.000, akan dinaikkan menjadi Rp 10.000 dan Rp 18.000," sebut Sigit saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, kemarin.
Sigit menyebutkan, proses pembahasan terkait hal tersebut sudah hampir rampung. "Targetnya (pembahasan bea materai) bulan Juni selesai. Jadi pengenaan bea materai akan terlaksana tahun ini," ujarnya.
Sigit melanjutkan, untuk menaikkan tarif materai diperlukan revisi Undang Undang Bea Materai. Terkait hal tersebut, pihaknya mengaku telah memasukkan revisi UU Bea Materai dalam penyusunan prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
"Sudah masuk prolegnas dan DPR berjanji bahwa Prolegnas (terkait) Bea Materia itu akan didahulukan,"lanjutnya.
Selain itu, Sigit menuturkan, nantinya transaksi untuk ritel juga akan dikenakan tarif Bea Materai. Ditjen Pajak akan mengawasi pengusaha ritel yang belum memungut bea meterai dalam transaksi perdagangan yang dilakukan.
Dalam UU Bea Materai, transaksi belanja di atas Rp 250 ribu dipungut bea meterai sebesar Rp 3.000, di atas Rp 1 juta dikenakan bea materai Rp 6.000.
"Materai sekarang kan biasanya hanya digunakan kalau buat surat pernyataan, padahal segala yang bersangkutan dengan uang itu terhutang meterai, struk belanja itu terutang meterai," kata Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan Jasa dan PTLL, Oktria Hendrarji.
Teknis pelaksanaannya menurut Oktria juga tidak sulit, apalagi saat ini sudah diterapkan sistem komputerisasi. Jadi untuk pengusaha ritel tidak perlu menempelkan materai pada struk transaksinya, sudah ada aplikasi yang mengatur teknis penerapannya.
"Kami akan ngingetin lah kepada pelaku bisnis terutama ritel bahwa struk itu terutang biaya meterai," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Irawan menuturkan, mengacu pada Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai, maka bea materai bisa dinaikkan maksimal hanya enam kali.
Nilai bea materai yang seharga Rp 3.000 dan Rp 6.000 saat ini sudah mengalami kenaikan enam kali sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2000. "Melihat kemampuan ekonomi dan Produk Domestik Bruto, maka tarif bea materai perlu dinaikkan," kata Irawan.
Selain penyesuaian tarif dasar tersebut, akan diatur ulang pula tarif bea materai untuk transaksi keuangan di pasar keuangan, sehingga nantinya akan dipatok berdasarkan presentasi.
"Satu lagi, kami akan ubah tarif ad valoren (pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang yang diimpor)," ujarnya.
baca juga: BUKTI BELANJA DI ATAS RP. 250 RIBU WAJIB BERMATERAI
Komentar
Posting Komentar